Abu adalah zat organik sisa
hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung
pada macam bahan dan cara pengabuannya. Beberapa sampel kadar abu dalam
beberapa bahan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel
Kadar abu beberapa bahan pangan
Bahan
|
Abu (%)
|
Susu
|
0,5 – 1,0
|
Susu kering tidak berlemak
|
1,5
|
Buah-buahan segar
|
0,2 – 0,8
|
Buah-buahan yang dikeringkan
|
3,5
|
Biji kacang-kacangan
|
1,5 – 2,5
|
Daging segar
|
1
|
Daging yang dikeringkan
|
12
|
Daging ikan segar
|
1-2
|
Sayur-sayuran
|
1
|
Kadar abu berhubungan erat
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat
terdiri atas dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang
termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat,
pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, nitrat.
Selain kedua garam
tersebut, terkadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat
organik. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah
sangat
sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia
pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.
Komponen
mineral suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai
gambaran dapat dikemukakan beberapa sampel sebagai berikut :
a.
Kalsium (Ca)
Di antara komponen mineral
yang ada, kalsium relatif tinggi pada susu dan hasil olahannya, serealia,
kacang-kacangan, ikan, telur dan buah-buahan. Sebaliknya bahan yang kandungan
kalsium sedikit adalah gula, pati dan minyak.
b.
Fosfor (P)
Bahan yang mengandung
banyak fosfor adalah susu dan olahannya, daging, ikan daging unggas, telur dan
kacang-kacangan.
c.
Besi (Fe)
Bahan yang kaya mineral
besi adalah tepung gandum, daging, unggas, ikan, seafood, telur.
Sedangkan makanan yang sedikit mengandung besi adalah susu dan olahannya,
buah-buahan dan sayur-sayuran.
d.
Natrium (Na)
Bahan yang banyak
mengandung natrium adalah garam yang banyak digunakan sebagai ingredient
(bumbu), salted food.
e.
Kalium (K)
Bahan yang banyak
mengandung mineral kalium ialah susu dan hasil olahannya, buah-buahan,
serealia, daging, ikan, unggas, telur, dan sayur-sayuran.
f.
Magnesium (Mg)
Bahan yang banyak
mengandung magnesium adalah kacang-kacangan, serealia, sayuran, buah-buahan dan
daging.
g.
Belerang (S)
Belerang banyak terdapat
dalam bahan yang kaya akan protein seperti susu, daging, kacang-kacangan,
telur.
h.
Kobalt (Co)
Bahan yang kaya mineral
kobalt adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.
i.
Seng (Zn)
Bahan makanan hasil laut (seafood)
merupakan bahan yang banyak mengandung unsur seng.
Analisis Kadar Abu
Penentuan
konsitituen mineral adalah bahan hasil pertanian dibedakan menjadi dua tahapan
yaitu :
1.
Penentuan abu (total, larut dan tidak larut)
2.
Penentuan individu komponen
Penentuan abu total dapat
digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain :
·
Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
Misalnya pada proses
penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan
kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut
dalam endosperm maka tepung gandung yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu
yang relatif tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya
dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm.
·
Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat
digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly
atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau
membedakan fruit vinegar (asli) dan sintetis.
·
Sebagai parameter nilai bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut
dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Penentuan abu total dapat
dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula
secara basah atau cara tidak langsung.
1)
Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)
Penentuan
kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua zat
organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600o C dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut. Sampel yang akan diabukan, ditimbang sejumlah tertentu tergantung
macam bahannya. Beberapa sampel bahan dan jumlah berat yang diperlukan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel
Berat bahan untuk pengabuan
Bahan
|
Berat Bahan (g)
|
Ikan dan hasil olahannya, biji-bijian dan makanan
ternak
|
2
|
Padi-padian, susu dan keju
|
3 – 5
|
Gula, daging dan sayuran
|
5 – 10
|
Jelly, sirup, jam dan buah kering
|
10
|
Juice, buah segar, buah kalengan
|
25
|
Anggur
|
50
|
Bahan yang mempunyai kadar
air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang
mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan
dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian
dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang
membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan
ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin.
Bahan
yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat
terbuat dari porselin, silika, kuarsa, nikel atau platina dengan berbagai
kapasitas (25 – 100 mL). Pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan
diabukan.
Bahan
yang bersifat asam misalnya buah-buahan disarankan menggunakan krus porselin
yang bagian dalamnya dilapisi silika sebab bila tidak dilapisi akan terjadi
pengikisan oleh zat asam tersebut. Wadah yang terbuat dari nikel tidak
dianjurkan karena dapat berekasi dengan bahan membentuk nikel-karbonil bila produk banyak mengandung
karbon.
Penggunaan
krus porselin sangat luas, karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan
murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang
mendadak. Penggunaan krus dari besi atau nikel umumnya untuk analisa abu dengan
sampel dalam jumlah besar. Krus dari gelas vycor atau kuarsa juga dapat
digunakan dan dapat dipanaskan sampai 900oC dan tahan terhadap asam
dan beberapa bahan kimia umumnya kecuali basa. Sedangkan bahan yang bersifat
basa dapat menggunakan krus yang terbuat dari platina.
Temperatur
pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang
dapat menguap pada suhu yang tinggi
misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P. Selain itu suhu pengabuan juga dapat
menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3,
CaCO3, MgCO3. Menurut Whichman (1940, 1941), K2CO3
terdekomposisi pada suhu 700oC, CaCO3
terdekomposisi pada 600 – 650oC sedangkan CO3
terdekomposisi pada suhu 300 – 400 oC. Tetapi bila ketiga garam
tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang
lebih stabil.
Kehilangan
komponen abu selama pengabuan dapat diketahui seperti pada tabel berikut
Tabel Persen kehilangan garam selama pengabuan
Garam
|
250oC
16
jam
|
450oC
1-3
jam
|
650oC
8
jam
|
700oC
8
jam
|
780oC
8
jam
|
Kalium klorida
|
-
|
0,99
|
0,37
|
1,36
|
8,92
|
Kalium sulfat
|
-
|
1,11
|
0,33
|
0,00
|
0,00
|
Kalium karbonat
|
-
|
1,53
|
0,07
|
1,01
|
2,45
|
Kalsium klorida
|
-
|
1,92
|
0,93
|
14,31
|
Mencair
|
Kalsium sulfat
|
-
|
1,37
|
0,40
|
0,00
|
0,00
|
Kalsium karbonat
|
-
|
0,22
|
42,82*)
|
-
|
-
|
Kalsium oksida
|
-
|
3,03
|
0,55
|
0,00
|
0,00
|
Magnesium sulfat
|
31,87
|
32,61
|
0,33
|
-
|
-
|
Magnesium klorida
|
74,72
|
78,28
|
0,30
|
-
|
0,00
|
*) sebagai kalsium oksida
Sumber : Joslyn, 1970 dalam Slamet Sudarmadji dkk
Suhu
pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat berbeda-beda tergantung komponen yang ada
dalam bahan tersebut. Hal ini disebabkan adanya berbagai komponen abu yang
mudah mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi.
Sebagai
gambaran dapat diberikan berbagai sampel suhu pengabuan untuk berbagai bahan
sebagai berikut : Buah-buahan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahannya,
gula dan hasil olahannya serta sayuran dapat diabukan pada suhu 525oC.
Serealia dan hasil olahannya susu dan hasil olahannya, kecuali keju pengabuan
pada suhu 550oC sudah cukup baik. Ikan dan hasil olahannya serta
bahan hasil laut, rempah-rempah, keju, anggur dapat menggunakan suhu pengabuan
500oC. Sedangkan biji-bijian, makanan ternak dapat diabukan pada
suhu 600oC. Pengabuan diatas 600oC tidak dianjurkan
karena menyebabkan hilangnya zat tertentu misalnya garam klorida ataupun oksida
dari logam alkali.
Pengabuan
dilakukan dengan muffle atau tanur yang dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak
tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Hanya saja penggunaan Bunsen
menyebabkan akan menyulitkan untuk mengetahui dan mengendalikan suhu. Hal ini
dapat diganti dengan melakukan pengamatan secara visual yaitu bila bara merah
sudah terlihat berarti suhu lebih kurang 550oC (bila menggunakan
krus porselin).
Kadangkala pada proses
pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian
tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurna maka
perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna
putih keabu-abuan. (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau putih tetapi ada
juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan).
Lama
pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan
dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih
abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit.
Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus
yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle atau tanur harus lebih dahulu
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar supaya suhunya turun,
baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin.
Eksikator yang digunakan
harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kapur
aktif atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Agar supaya eksikator dapat
mudah digeser tutupnya maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin.
Pengabuan
sering memerlukan waktu cukup lama. Pengabuan dapat dipercepat dengan cara
antara lain sebagai berikut :
·
Mencampur bahan dengan pasir kuarsa murni sebelum pengabuan. Hal ini
dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan dan mempertinggi porositas sampel
sehingga kontak antara oksigen dengan sampel selama proses pengabuan akan
diperbesar. Dengan demikian oksidasi zat-zat organik akan berjalan dengan lebih
baik dan cepat sehingga waktu pengabuan dapat dipercepat. Yang perlu diingat
adalah pasir yang digunakan harus betul-betul bebas dari zat organik dan bebas
abu. Untuk ini dapat dilakukan dengan memijarkan pasir tersebut dan mencucinya
dengan asam kuat misalnya asam sulfat pekat atau asam klorida pekat dan
selanjutnya dibilas dengan alkohol dan dikeringkan atau bila perlu dilakukan
pemijaran sekali lagi. Bila menggunakan pasir maka harus diketahui beratnya
pasir yang digunakan. Sisa pembakaran pengabuan dikurangi dengan berat pasir
yang ditambahkan merupakan berat abu dari sampel yang dianalisa.
·
Menambahkan campuran gliserol-alkohol ke dalam sampel sebelum diabukan.
Pada waktu dipanaskan akan terbentuk suatu kerak yang berpori
yang disebabkan karena gliserol-alkohol yang ditambahkan akan dioksidasikan
dalam waktu yang sangat cepat pada suhu yang tinggi. Dengan demikian maka
oksidasi bahan menjadi lebih cepat. Gliserol-alkohol tidak mempengaruhi kadar
abu bahan tersebut.
·
Menambahkan hidrogen peroksida pada sampel sebelum pengabuan dapat pula
mepercepat proses pengabuan karena dapat membantu proses oksidasi bahan.
2)
Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)
Pengabuan
basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan elemen
runut (trace elemen) dan logam-logam
beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya
memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi
yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini
prinsipnya adalah memberikan pereaksi kimia tertentu ke dalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan.
Berbagai
bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat disebutkan
sebagai berikut :
·
Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu
mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan
pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk pengabuan
masih cukup lama.
·
Campuran asam sulfat dan kalium sulfat dapat dipergunakan untuk
mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat akan menaikkan titik didih asam
sulfat sehingga suhu pengabuan dipertinggi dan pengabuan dapat lebih cepat.
·
Campuran asam sulfat, asam nitrat yang banyak digunakan untuk
mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat.
Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu digesti bahan yaitu pada
suhu 350oC, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau
terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang
berarti penentuan kadar abu lebih baik.
·
Asam perklorat dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan yang sangat
sulit mengalami oksidasi. Dengan perklorat yang merupakan oksidator yang sangat
baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan perklorat ini adalah
bersifat explosif atau mudah meledak sehingga cukup berbahaya. Pengabuan dengan
bahan perklorat dan asam nitrat ini dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam
10 menit sudah dapat diselesaikan.
Sebagaimana cara kering,
setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dari dalam muffle atau tanur
lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya
dipindahkan ke dalam eksikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap
air. Di dalam eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan
diulangi lagi sampai diperoleh berat abu yang konstan.
Perbedaan
pengabuan cara kering dan cara basah:
·
Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan
makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk elemen runut (trace element).
·
Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air
serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama
sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
·
Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah
dengan suhu relatif rendah.
·
Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang
cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan pereaksi yang kadangkala
agak berbahaya. Karena menggunakan pereaksi maka penentuan cara basah perlu
koreksi terhadap pereaksi yang digunakan.
Penentuan kadar abu dengan pengabuan merupakan cara
yang tidak langsung dan masih banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain
yang lebih tepat yaitu cara konduktometri. Meskipun cara konduktometri lebih
teliti dan cepat dibandingkan cara pengabuan tetapi berhubung memerlukan
persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit maka belum banyak dilakukan.
Penentuan mineral total cara terakhir ini banyak digunakan dalam penentuan
kadar abu dalam gula.
Konduktometri berdasarkan
atas prinsip bahwa larutan gula atau bahan/konstituen mineral mengalami
dissosiasi sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non elektrolit tidak
mengalami dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari
konsentrasi ion atau mineral atau kandungan abu dalam bahan. Makin besar
konduktivitas larutan maka akan makin besar kadar abu bahan tersebut.
Penentuan
abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam
klorida 10 %. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan
kertas whatman no. 42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang
terdiri dari pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung abu jenis ini maka
dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya
kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
Penentuan
abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam aquadest
kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya. Abu
yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah
dalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu
yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring
bebas abu pada perlakuan di atas. Abu yang larut dalam air adalah selisih berat
abu mula-mula dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut.
Alkalinitas
abu sering pula dilakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang dianalisa.
Abu yang berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran adalah bereaksi alkalis,
sedangkan yang berasal dari daging dan hasil olahannya berekasi asam.
Penentuan
penentuan individu mineral yang ada dalam abu dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain secara kimia dan secara spektrofotometri. Untuk cara yang
pertama (cara kimia) merupakan metode gravimetri dengan cara evolusi tidak
langsung yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan cara kedua cukup cepat
dan mempunyai ketelitian yang besar. Penentuan dengan spektrofotometer yang
dikenal dengan spektrofotometer serapan atom (AAS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar