CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 12 Juli 2013

Menganalisis Kadar Abu



Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Beberapa sampel kadar abu dalam beberapa bahan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel  Kadar abu beberapa bahan pangan
Bahan
Abu (%)
Susu
0,5 – 1,0
Susu kering tidak berlemak
1,5
Buah-buahan segar
0,2 – 0,8
Buah-buahan yang dikeringkan
3,5
Biji kacang-kacangan
1,5 – 2,5
Daging segar
1
Daging yang dikeringkan
12
Daging ikan segar
1-2
Sayur-sayuran
1

Kadar abu berhubungan erat dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat terdiri atas dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat.
Selain kedua garam tersebut, terkadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organik. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat
sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.
        Komponen mineral suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa sampel sebagai berikut :
a.            Kalsium (Ca)
Di antara komponen mineral yang ada, kalsium relatif tinggi pada susu dan hasil olahannya, serealia, kacang-kacangan, ikan, telur dan buah-buahan. Sebaliknya bahan yang kandungan kalsium sedikit adalah gula, pati dan minyak.
b.            Fosfor (P)
Bahan yang mengandung banyak fosfor adalah susu dan olahannya, daging, ikan daging unggas, telur dan kacang-kacangan.
c.             Besi (Fe)
Bahan yang kaya mineral besi adalah tepung gandum, daging, unggas, ikan, seafood, telur. Sedangkan makanan yang sedikit mengandung besi adalah susu dan olahannya, buah-buahan dan sayur-sayuran.
d.            Natrium (Na)
Bahan yang banyak mengandung natrium adalah garam yang banyak digunakan sebagai ingredient (bumbu), salted food.
e.            Kalium (K)
Bahan yang banyak mengandung mineral kalium ialah susu dan hasil olahannya, buah-buahan, serealia, daging, ikan, unggas, telur, dan sayur-sayuran.
f.              Magnesium (Mg)
Bahan yang banyak mengandung magnesium adalah kacang-kacangan, serealia, sayuran, buah-buahan dan daging.
g.            Belerang (S)
Belerang banyak terdapat dalam bahan yang kaya akan protein seperti susu, daging, kacang-kacangan, telur.
h.            Kobalt (Co)
Bahan yang kaya mineral kobalt adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.
i.              Seng (Zn)
Bahan makanan hasil laut (seafood) merupakan bahan yang banyak mengandung unsur seng.

Analisis Kadar Abu
            Penentuan konsitituen mineral adalah bahan hasil pertanian dibedakan menjadi dua tahapan yaitu :
1.      Penentuan abu (total, larut dan tidak larut)
2.      Penentuan individu komponen
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain :
·         Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandung yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm.
·         Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) dan sintetis.
·         Sebagai parameter nilai bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
           
Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.
1)      Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)
            Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600o C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan diabukan, ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Beberapa sampel bahan dan jumlah berat yang diperlukan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Berat bahan untuk pengabuan
Bahan
Berat Bahan (g)
Ikan dan hasil olahannya, biji-bijian dan makanan ternak
2
Padi-padian, susu dan keju
3 – 5
Gula, daging dan sayuran
5 – 10
Jelly, sirup, jam dan buah kering
10
Juice, buah segar, buah kalengan
25
Anggur
50
           
Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin.
            Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat terbuat dari porselin, silika, kuarsa, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25 – 100 mL). Pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan.
            Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan disarankan menggunakan krus porselin yang bagian dalamnya dilapisi silika sebab bila tidak dilapisi akan terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Wadah yang terbuat dari nikel tidak dianjurkan karena dapat berekasi dengan bahan membentuk  nikel-karbonil bila produk banyak mengandung karbon.
            Penggunaan krus porselin sangat luas, karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak. Penggunaan krus dari besi atau nikel umumnya untuk analisa abu dengan sampel dalam jumlah besar. Krus dari gelas vycor atau kuarsa juga dapat digunakan dan dapat dipanaskan sampai 900oC dan tahan terhadap asam dan beberapa bahan kimia umumnya kecuali basa. Sedangkan bahan yang bersifat basa dapat menggunakan krus yang terbuat dari platina.
            Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang  tinggi misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P. Selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3. Menurut Whichman (1940, 1941), K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700oC, CaCO3 terdekomposisi pada 600 – 650oC sedangkan CO3 terdekomposisi pada suhu 300 – 400 oC. Tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang lebih stabil.
            Kehilangan komponen abu selama pengabuan dapat diketahui seperti pada tabel berikut
Tabel Persen kehilangan garam selama pengabuan
Garam
250oC
16 jam
450oC
1-3 jam
650oC
8 jam
700oC
8 jam
780oC
8 jam
Kalium klorida
-
0,99
0,37
1,36
8,92
Kalium sulfat
-
1,11
0,33
0,00
0,00
Kalium karbonat
-
1,53
0,07
1,01
2,45
Kalsium klorida
-
1,92
0,93
14,31
Mencair
Kalsium sulfat
-
1,37
0,40
0,00
0,00
Kalsium karbonat
-
0,22
42,82*)
-
-
Kalsium oksida
-
3,03
0,55
0,00
0,00
Magnesium sulfat
31,87
32,61
0,33
-
-
Magnesium klorida
74,72
78,28
0,30
-
0,00
*) sebagai kalsium oksida
Sumber : Joslyn, 1970 dalam Slamet Sudarmadji dkk
            Suhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat berbeda-beda tergantung komponen yang ada dalam bahan tersebut. Hal ini disebabkan adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi.
            Sebagai gambaran dapat diberikan berbagai sampel suhu pengabuan untuk berbagai bahan sebagai berikut : Buah-buahan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahannya, gula dan hasil olahannya serta sayuran dapat diabukan pada suhu 525oC. Serealia dan hasil olahannya susu dan hasil olahannya, kecuali keju pengabuan pada suhu 550oC sudah cukup baik. Ikan dan hasil olahannya serta bahan hasil laut, rempah-rempah, keju, anggur dapat menggunakan suhu pengabuan 500oC. Sedangkan biji-bijian, makanan ternak dapat diabukan pada suhu 600oC. Pengabuan diatas 600oC tidak dianjurkan karena menyebabkan hilangnya zat tertentu misalnya garam klorida ataupun oksida dari logam alkali.
            Pengabuan dilakukan dengan muffle atau tanur yang dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Hanya saja penggunaan Bunsen menyebabkan akan menyulitkan untuk mengetahui dan mengendalikan suhu. Hal ini dapat diganti dengan melakukan pengamatan secara visual yaitu bila bara merah sudah terlihat berarti suhu lebih kurang 550oC (bila menggunakan krus porselin).
Kadangkala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan).
            Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle atau tanur harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar supaya suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin.
Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kapur aktif atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Agar supaya eksikator dapat mudah digeser tutupnya maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin.
            Pengabuan sering memerlukan waktu cukup lama. Pengabuan dapat dipercepat dengan cara antara lain sebagai berikut :
·         Mencampur bahan dengan pasir kuarsa murni sebelum pengabuan. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan dan mempertinggi porositas sampel sehingga kontak antara oksigen dengan sampel selama proses pengabuan akan diperbesar. Dengan demikian oksidasi zat-zat organik akan berjalan dengan lebih baik dan cepat sehingga waktu pengabuan dapat dipercepat. Yang perlu diingat adalah pasir yang digunakan harus betul-betul bebas dari zat organik dan bebas abu. Untuk ini dapat dilakukan dengan memijarkan pasir tersebut dan mencucinya dengan asam kuat misalnya asam sulfat pekat atau asam klorida pekat dan selanjutnya dibilas dengan alkohol dan dikeringkan atau bila perlu dilakukan pemijaran sekali lagi. Bila menggunakan pasir maka harus diketahui beratnya pasir yang digunakan. Sisa pembakaran pengabuan dikurangi dengan berat pasir yang ditambahkan merupakan berat abu dari sampel yang dianalisa.
·         Menambahkan campuran gliserol-alkohol ke dalam sampel sebelum diabukan. Pada waktu dipanaskan akan terbentuk suatu kerak yang berpori yang disebabkan karena gliserol-alkohol yang ditambahkan akan dioksidasikan dalam waktu yang sangat cepat pada suhu yang tinggi. Dengan demikian maka oksidasi bahan menjadi lebih cepat. Gliserol-alkohol tidak mempengaruhi kadar abu bahan tersebut.
·         Menambahkan hidrogen peroksida pada sampel sebelum pengabuan dapat pula mepercepat proses pengabuan karena dapat membantu proses oksidasi bahan.

2)      Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)
            Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan elemen runut (trace elemen) dan logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan pereaksi kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
            Berbagai bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat disebutkan sebagai berikut :
·         Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk pengabuan masih cukup lama.
·         Campuran asam sulfat dan kalium sulfat dapat dipergunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat akan menaikkan titik didih asam sulfat sehingga suhu pengabuan dipertinggi dan pengabuan dapat lebih cepat.
·         Campuran asam sulfat, asam nitrat yang banyak digunakan untuk mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu digesti bahan yaitu pada suhu 350oC, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
·         Asam perklorat dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan perklorat yang merupakan oksidator yang sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan perklorat ini adalah bersifat explosif atau mudah meledak sehingga cukup berbahaya. Pengabuan dengan bahan perklorat dan asam nitrat ini dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menit sudah dapat diselesaikan.
           
Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dari dalam muffle atau tanur lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap air. Di dalam eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan diulangi lagi sampai diperoleh berat abu yang konstan.
            Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah:
·         Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk elemen runut (trace element).
·         Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
·         Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif rendah.
·         Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan pereaksi yang kadangkala agak berbahaya. Karena menggunakan pereaksi maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap pereaksi yang digunakan.

            Penentuan  kadar abu dengan pengabuan merupakan cara yang tidak langsung dan masih banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain yang lebih tepat yaitu cara konduktometri. Meskipun cara konduktometri lebih teliti dan cepat dibandingkan cara pengabuan tetapi berhubung memerlukan persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit maka belum banyak dilakukan. Penentuan mineral total cara terakhir ini banyak digunakan dalam penentuan kadar abu dalam gula.
Konduktometri berdasarkan atas prinsip bahwa larutan gula atau bahan/konstituen mineral mengalami dissosiasi sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non elektrolit tidak mengalami dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari konsentrasi ion atau mineral atau kandungan abu dalam bahan. Makin besar konduktivitas larutan maka akan makin besar kadar abu bahan tersebut.
            Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10 %. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman no. 42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri dari pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung abu jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
            Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam aquadest kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah dalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan di atas. Abu yang larut dalam air adalah selisih berat abu mula-mula dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut.
            Alkalinitas abu sering pula dilakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang dianalisa. Abu yang berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran adalah bereaksi alkalis, sedangkan yang berasal dari daging dan hasil olahannya berekasi asam.
            Penentuan penentuan individu mineral yang ada dalam abu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain secara kimia dan secara spektrofotometri. Untuk cara yang pertama (cara kimia) merupakan metode gravimetri dengan cara evolusi tidak langsung yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan cara kedua cukup cepat dan mempunyai ketelitian yang besar. Penentuan dengan spektrofotometer yang dikenal dengan spektrofotometer serapan atom (AAS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar