CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 11 Juli 2013

Menganalisis Kadar Karbohidrat



Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain  dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya menentukan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis atau kimiawinya yang berkaitan dengan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya.

Karbohidrat yang berbentuk polimer memiliki ukuran molekul yang sangat besar dan kompleks serta memiliki satuan monomer berbagai jenis  menyebabkan karbohidrat sulit ditentukan jumlah sebenarnya. Sering jumlah karbohidrat hanya dapat dinyatakan sebagai jumlah monomer penyusunnya saja misalnya sebagai heksosa atau pentosa total. Bahkan untuk senyawa polimer yang homogen misalnya pati yang terdiri dari monomer glukosa saja, masih memerlukan kurva standar yang menunjukan hubungan antara jumlah pati murni dengan indikatornya (misalnya gula reduksi hasil hidrolisanya). Karena terdapat perbedaan ukuran molekul antara jenis pati yang satu dengan yang lainnya dan sulit mendapatkan pati yang betul-betul murni yang bebas air dan senyawa-senyawa lain, maka cara analisa penentuan jumlah pati yang sebenarnya menjadi sangat sulit.

Penentuan karbohidrat yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan:

% karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + abu + air)

Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan.


Persiapan Sampel
Sebelum dilakukan analisa, bahan yang akan dianalisa (sampel) harus dibebaskan dari zat-zat pencampur dan dilakukan penjernihan. Sampel digiling sampai halus dan dijaga agar tidak terjadi perubahan komposisi kimiawinya dan sifat-sifat lain yang tidak dihendaki.

Lipid dan klorofil dihilangkan dengan cara ekstraksi dengan eter, karena eter tidak melarutkan karbohidrat asal suhu lebih dari 50°C, pada suhu diatas 50° karbohidrat dapat larut dalam eter. Agar selama menghilangkan zat-zat pencampur tidak terjadi inversi dan hidrolisa dari sukrosa oleh asa-asam organik yang ada dalam bahan makanan/pertanian, maka selama ektraksi ditambahkan kalsium karbonat. Apabila dalam sampel banyak terkandung enzim yang dapat menghidrolisis gula maka tambahkan HgCl atau ekstraksi dilakukan dengan etanol 96% dan sampel dipanaskan selama 30 menit.

Setelah sampel dibebaskan dari zat-zat pencampur, sampel dilarutkan dalam aquadest. Karbohidrat yang larut dalam air dapat ditentukan setelah dilakukan penjernihan terlebih dahulu. Kekeruhan larutan karbohidrat dapat disebabkan protein, zat koloidal, zat warna dan asam organik yang dapat mengganggu pengamatan dengan alat ukur atau titik akhir titrasi.

Penjernihan ekstrak berdasarkan prinsip logam berat dapat mengendapkan koloid dalam ekstrak atau zat kimia tertentu dapat menghilangkan koloid, zat warna atau asam organik lain. Zat penjernih yang dipakai harus mempunyai sifat yang menguntungkan yaitu dapat mengendapkan zat bukan gula tanpa mengadsorpsi atau memodifikasi gula. Dalam keadaan berlebih tidak mengganggu ketepatan analisa dan hasil pengendapan harus mudah dipisahkan dari larutannya.

Pada umumnya kenaikan kemampuan zat penjernih atau pemucatan larutan diikuti dengan kenaikan absorpsi senyawan gula. Agar peneraan gula tidak mengalami kesulitan dan kesalahan besar maka pemberian zat penjernih tidak berlebihan.

             

             

Uji Kuantitatif Karbohidrat

Penentuan karbohidrat yang temasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu.

Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat ditentukan dengan cara kimiawi, enzimatik, kromatografi dan cara fisis. Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk penentuan monosakarida secara kimiawi, yaitu:

·           Metode oksidasi dengan kupri

·           Metode oksidasi dengan larutan ferisianida alkalis

·           Metode iodometri



Cara Kimiawi

1.        Metoda oksidasi dengan kupri

         Metoda ini berdasarkan reduksi kupri oksida menjadi kupro oksida dengan adanya gula reduksi. Pereaksi metoda ini terdiri atas campuran kupri sulfat, Na-karbonat dan asam sitrat (pereaksi Luff) atau campuran kupri sulfat dan K-Na-tartrat (pereaksi Soxhlet). K-Na-tartrat berfungsi untuk mencegah terjadinya pengendapan kupri oksida dalam larutan pereaksi. Kupri sulfat berfungsi sebagai oksidator. Kupri sulfat dengan gula pereduksi akan mengalami reduksi yang menghasilkan endapan berwarna merah bata. Jumlah endapan kuprooksida ekivalen dengan banyaknya jumlah gula reduksi dalam sampel. Kupro oksida yang terbentuk dapat diketahui dengan cara penimbangan setelah pengeringan atau melarutkan kembali kupro oksida dan selanjutnya dititrasi. Selain cara tersebut dapat juga dilakukan dengan menentukan kelebihan kuprioksida yang ada dalam larutan sebelum dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi. Selisih kuprioksida yang ada dalam larutan sebelum dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi ekivalen dengan kupooksida yang terbentuk.

       Penentuan gula reduksi dalam larutan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

a.         Cara Luff Schoorl

Penentuan gula dengan cara Luff Schoorl, yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan.

Reaksi yang terjadi, mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam KI. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai.

Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonversikan dengan tabel yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.





b.        Cara Munson Walker

       Cara ini menentukan banyaknya kuprooksida yang terbentuk dengan cara penimbangan atau melarutkan kembali dengan asam nitrat lalu menitrasinya dengan tiosufat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk ekivalen dengan banyaknya gula reduksi dalam larutan. Jumlah gula pereduksi tersedia dalam bentuk tabel Hammond yang menunjukan hubungan antara banyaknya kuprooksida dengan gula reduksi. Satu ml Na- tiosulfat ( 39, g Na2S2O3.5H2O/1 sesuai dengan 11,29 mg Cu2O.



c.         Cara Lane-Eynon

       Penentuan gula cara ini dilakukan dengan menitrasi pereaksi Soxhlet (larutan CuSO4, K-Na-tartrat) dengan gula yang akan dianalisis. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk menitrasi pereaksi Soxhlet menunjukan banyaknya gula dalam sampel dengan melihat dalam tabel Lane-Eynon. Untuk mendapat perhitungan yang tepat maka pereaksi Soxhlet perlu distandardisasi dengan larutan gula standar. Standardisasi ini dilakukan untuk menentukan besarnya faktor koreksi dalam tabel Lane-Eynon. Titrasi berakhir setelah ada perubahan warna larutan dari biru menjadi tidak berwarna dengan indikator metilen biru.



2.        Metoda oksidasi dengan larutan ferisianida alkalis

Ferrisianida mengalami reduksi menjadi ferrosianida oleh gula pereduksi. Jumlah ferosianida yang terbentuk ekivalen dengan jumlah gula pereduksi dalam sampel. Ferosianida yang terbentuk dapat dihitung sebagai selisih antara ferisianida yang ditambahkan dengan jumlah setelah terjadi reaksi reduksi, berdasarkan reaksi :

2 K3Fe(CN)6         +       2 KI                  2 K4Fe(CN)6         +    I2

Jika ke dalam campuran sampel diberikan ion Zn2+ dalam bentuk zink sulfat maka ferosianida yang terbentuk akan diendapkan sebagai senyawa kompleks, berdasarkan reaksi :

2 K4Fe(CN)6      +    3 ZnSO4              K2Zn3 Fe(CN)6        +    3K2SO4

Gula pereduksi dapat ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan dengan menitrasi dengan Na tiosulfat standar. Jumlah iodin ekivalen dengan gula dan dapat dihitung berdasarkan jumlah tio yang dipergunakan untuk titrasi. Bila diketahui tiap milimeter tio standar ekivalen dengan jumlah gula pereduksi (berdasarkan percobaan standardisasi) maka mudah diketahui dan dihitung gula dalam sampel.

Titrasi berakhir setelah ada perubahan warna larutan dari biru menjadi putih (hilanganya warna biru iod-amilum) dengan indikator amilum. Metoda oksidasi dengan larutan ferisianida alkalis lebih baik daripada oksidasi dengan larutan kupri sufat karena ferisianida dalam larutan alkalis lebih stabil daripada kuprooksida.



3.        Metoda Iodometri

Iodin dalam medium yang alkalis dapat terkonversi dengan cepat menjadi hipoiodida. Hipoiodida dapat mengoksidasi aldosa dan sedikit ketosa. Sampel dalam bentuk larutan ditambah iodin encer dan NaOH lalu dicampur secepatnya dan diasamkan dengan HCl atau H2SO4 dan biarkan beberapa menit. Kelebihan iodin dititrasi dengan larutan Na tiosulfat standar.



Cara Enzimatis

Penentuan gula dengan cara enzimatis tepat digunakan untuk penentuan gula tertentu dalam suatu campuran berbagai macam gula apabila cara kimia sulit dilakukan untuk menentukan gula secara individual dalam larutan tersebut. Enzim beraksi spesifik dengan gula tertentu sehingga tidak akan ditemukan kesulitan untuk menentukan gula tersebut. Contohnya penentuan glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim heksokinase (HK) dan adenosin-5-trifosfat (ATP) dan penentuan laktosa dan galaktosa engan bantuan enzim b-galaktosidase dan enzim galaktosa dehidrogenase (GAL-DH).



Cara Kromatografi

Penentuan karbohidrat dengan cara kromatografi dilakukan dengan cara isolasi dan identifikasi karbohidrat dalam suatu campuran. Isolasi karbohidrat berdasarkan prinsip pemisahan suatu campuran atas perbedaan distribusi rasio pada fasa gerak dengan fasa diam. Fasa gerak dapat berupa cairan atau gas, sedangkan fasa diam dapat berupa padatan atau cairan. Dalam kromatografi, ekstrak yang akan ditentukan harus bebas dari senyawa-senyawa yang akan menjadi pengganggu. Kromatografi yang dapat digunakan untuk penentuan karbohidrat adalah kromatografi kertas atau kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).



Cara Fisis

Penentuan karbohidrat dengan cara fisis dilakukan dengan menentukan indeks bias karbohidrat dengan menggunakan refraktometer. Setiap jenis gula mempunyai indeks bias tertentu berdasarkan senyawa penyusunnya. Karbohidrat bersifat optik aktif. Molekul penyusun karbohidrat mempunyai susunan yang asimetri sehingga mempunyai kemampuan memutar bidang sinar terpolarisasi. Putaran optik ini dapat diukur menggunakan polarimeter atau sakarimeter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar