Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan
banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara
enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa
karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya menentukan jumlahnya secara
kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan
sifat fisis atau kimiawinya yang berkaitan dengan kekentalan, kelekatan,
stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya.
Karbohidrat
yang berbentuk polimer memiliki ukuran molekul yang sangat besar dan kompleks
serta memiliki satuan monomer berbagai jenis
menyebabkan karbohidrat sulit ditentukan jumlah sebenarnya. Sering
jumlah karbohidrat hanya dapat dinyatakan sebagai jumlah monomer penyusunnya
saja misalnya sebagai heksosa atau pentosa total. Bahkan untuk senyawa polimer
yang homogen misalnya pati yang terdiri dari monomer glukosa saja, masih
memerlukan kurva standar yang menunjukan hubungan antara jumlah pati murni
dengan indikatornya (misalnya gula reduksi hasil hidrolisanya). Karena terdapat
perbedaan ukuran molekul antara jenis pati yang satu dengan yang lainnya dan
sulit mendapatkan pati yang betul-betul murni yang bebas air dan
senyawa-senyawa lain, maka cara analisa penentuan jumlah pati yang sebenarnya
menjadi sangat sulit.
Penentuan
karbohidrat yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga Carbohydrate by Difference. Yang
dimaksud dengan proximate analysis
adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar
diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan:
Perhitungan Carbohydrate
by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara
kasar, hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan.
Sebelum dilakukan analisa, bahan yang akan dianalisa
(sampel) harus dibebaskan dari zat-zat pencampur dan dilakukan penjernihan.
Sampel digiling sampai halus dan dijaga agar tidak terjadi perubahan komposisi
kimiawinya dan sifat-sifat lain yang tidak dihendaki.
Lipid dan klorofil dihilangkan dengan cara ekstraksi
dengan eter, karena eter tidak melarutkan karbohidrat asal suhu lebih dari 50°C, pada suhu diatas 50° karbohidrat dapat larut dalam eter. Agar selama
menghilangkan zat-zat pencampur tidak terjadi inversi dan hidrolisa dari
sukrosa oleh asa-asam organik yang ada dalam bahan makanan/pertanian, maka
selama ektraksi ditambahkan kalsium karbonat. Apabila dalam sampel banyak
terkandung enzim yang dapat menghidrolisis gula maka tambahkan HgCl atau
ekstraksi dilakukan dengan etanol 96% dan sampel dipanaskan selama 30 menit.
Setelah sampel dibebaskan dari zat-zat pencampur,
sampel dilarutkan dalam aquadest. Karbohidrat yang larut dalam air dapat
ditentukan setelah dilakukan penjernihan terlebih dahulu. Kekeruhan larutan
karbohidrat dapat disebabkan protein, zat koloidal, zat warna dan asam organik
yang dapat mengganggu pengamatan dengan alat ukur atau titik akhir titrasi.
Penjernihan ekstrak berdasarkan prinsip logam berat dapat mengendapkan
koloid dalam ekstrak atau zat kimia tertentu dapat menghilangkan koloid, zat
warna atau asam organik lain. Zat penjernih yang dipakai harus mempunyai sifat
yang menguntungkan yaitu dapat mengendapkan zat bukan gula tanpa mengadsorpsi
atau memodifikasi gula. Dalam keadaan berlebih tidak mengganggu ketepatan
analisa dan hasil pengendapan harus mudah dipisahkan dari larutannya.
Pada umumnya kenaikan kemampuan zat penjernih atau pemucatan larutan
diikuti dengan kenaikan absorpsi senyawan gula. Agar peneraan gula tidak
mengalami kesulitan dan kesalahan besar maka pemberian zat penjernih tidak
berlebihan.
Uji Kuantitatif Karbohidrat
Penentuan karbohidrat yang temasuk polisakarida maupun
oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu
sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan
asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu.
Penentuan
monosakarida yang dihasilkan dapat ditentukan dengan cara kimiawi,
enzimatik, kromatografi dan cara fisis. Ada tiga metode yang dapat digunakan
untuk penentuan monosakarida secara kimiawi, yaitu:
·
Metode oksidasi dengan kupri
·
Metode oksidasi dengan
larutan ferisianida alkalis
·
Metode iodometri
Cara Kimiawi
1.
Metoda oksidasi dengan kupri
Metoda ini berdasarkan reduksi kupri oksida menjadi
kupro oksida dengan adanya gula reduksi. Pereaksi metoda ini terdiri atas
campuran kupri sulfat, Na-karbonat dan asam sitrat (pereaksi Luff) atau
campuran kupri sulfat dan K-Na-tartrat (pereaksi Soxhlet). K-Na-tartrat
berfungsi untuk mencegah terjadinya pengendapan kupri oksida dalam larutan
pereaksi. Kupri sulfat berfungsi sebagai oksidator. Kupri sulfat dengan gula
pereduksi akan mengalami reduksi yang menghasilkan endapan berwarna merah bata.
Jumlah endapan kuprooksida ekivalen dengan banyaknya jumlah gula reduksi dalam
sampel. Kupro oksida yang terbentuk dapat diketahui dengan cara penimbangan
setelah pengeringan atau melarutkan kembali kupro oksida dan selanjutnya
dititrasi. Selain cara tersebut dapat juga dilakukan dengan menentukan
kelebihan kuprioksida yang ada dalam larutan sebelum dan sesudah direaksikan
dengan gula reduksi. Selisih kuprioksida yang ada dalam larutan sebelum dan
sesudah direaksikan dengan gula reduksi ekivalen dengan kupooksida yang
terbentuk.
Penentuan gula reduksi dalam larutan yang sering digunakan
adalah sebagai berikut :
a.
Cara Luff Schoorl
Penentuan gula dengan
cara Luff Schoorl, yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi
dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula
reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi
(titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi
blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan
juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan.
Reaksi yang terjadi, mula-mula kuprioksida yang
ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam KI. Banyaknya iod yang
dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa
titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah
warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan
warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat
titrasi hampir selesai.
Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi
blanko dan titrasi sampel kemudian dikonversikan dengan tabel yang
menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat dengan banyaknya gula
reduksi.
b.
Cara Munson Walker
Cara ini menentukan banyaknya kuprooksida yang
terbentuk dengan cara penimbangan atau melarutkan kembali dengan asam nitrat
lalu menitrasinya dengan tiosufat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk ekivalen
dengan banyaknya gula reduksi dalam larutan. Jumlah gula pereduksi tersedia
dalam bentuk tabel Hammond yang menunjukan hubungan antara banyaknya
kuprooksida dengan gula reduksi. Satu ml Na- tiosulfat ( 39, g Na2S2O3.5H2O/1
sesuai dengan 11,29 mg Cu2O.
c.
Cara Lane-Eynon
Penentuan gula cara ini dilakukan dengan
menitrasi pereaksi Soxhlet (larutan CuSO4, K-Na-tartrat) dengan gula
yang akan dianalisis. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk menitrasi
pereaksi Soxhlet menunjukan banyaknya gula dalam sampel dengan melihat dalam
tabel Lane-Eynon. Untuk mendapat perhitungan yang tepat maka pereaksi Soxhlet
perlu distandardisasi dengan larutan gula standar. Standardisasi ini dilakukan
untuk menentukan besarnya faktor koreksi dalam tabel Lane-Eynon. Titrasi
berakhir setelah ada perubahan warna larutan dari biru menjadi tidak berwarna
dengan indikator metilen biru.
2.
Metoda oksidasi dengan larutan ferisianida alkalis
Ferrisianida mengalami reduksi menjadi ferrosianida oleh gula pereduksi.
Jumlah ferosianida yang terbentuk ekivalen dengan jumlah gula pereduksi dalam
sampel. Ferosianida yang terbentuk dapat dihitung sebagai selisih antara
ferisianida yang ditambahkan dengan jumlah setelah terjadi reaksi reduksi,
berdasarkan reaksi :
2 K3Fe(CN)6 + 2
KI 2 K4Fe(CN)6 + I2
Jika
ke dalam campuran sampel diberikan ion Zn2+ dalam bentuk zink sulfat
maka ferosianida yang terbentuk akan diendapkan sebagai senyawa kompleks,
berdasarkan reaksi :
2 K4Fe(CN)6 + 3
ZnSO4 K2Zn3
Fe(CN)6 + 3K2SO4
Gula
pereduksi dapat ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan dengan
menitrasi dengan Na tiosulfat standar. Jumlah
iodin ekivalen dengan gula dan dapat dihitung berdasarkan jumlah tio yang
dipergunakan untuk titrasi. Bila diketahui tiap milimeter tio standar ekivalen
dengan jumlah gula pereduksi (berdasarkan percobaan standardisasi) maka mudah diketahui
dan dihitung gula dalam sampel.
Titrasi berakhir setelah ada perubahan warna larutan dari biru menjadi
putih (hilanganya warna biru iod-amilum) dengan indikator amilum. Metoda
oksidasi dengan larutan ferisianida alkalis lebih baik daripada oksidasi dengan
larutan kupri sufat karena ferisianida dalam larutan alkalis lebih stabil
daripada kuprooksida.
3.
Metoda Iodometri
Iodin dalam medium yang alkalis dapat terkonversi dengan cepat menjadi
hipoiodida. Hipoiodida dapat mengoksidasi aldosa dan sedikit ketosa. Sampel
dalam bentuk larutan ditambah iodin encer dan NaOH lalu dicampur secepatnya dan
diasamkan dengan HCl atau H2SO4 dan biarkan beberapa
menit. Kelebihan iodin dititrasi dengan larutan Na tiosulfat standar.
Cara Enzimatis
Penentuan
gula dengan cara enzimatis tepat digunakan untuk penentuan gula tertentu dalam
suatu campuran berbagai macam gula apabila cara kimia sulit dilakukan untuk
menentukan gula secara individual dalam larutan tersebut. Enzim beraksi
spesifik dengan gula tertentu sehingga tidak akan ditemukan kesulitan untuk
menentukan gula tersebut. Contohnya penentuan glukosa dan fruktosa dengan
bantuan enzim heksokinase (HK) dan adenosin-5-trifosfat (ATP) dan penentuan
laktosa dan galaktosa engan bantuan enzim b-galaktosidase dan enzim galaktosa dehidrogenase (GAL-DH).
Cara Kromatografi
Penentuan
karbohidrat dengan cara kromatografi dilakukan dengan cara isolasi dan
identifikasi karbohidrat dalam suatu campuran. Isolasi karbohidrat berdasarkan
prinsip pemisahan suatu campuran atas perbedaan distribusi rasio pada fasa
gerak dengan fasa diam. Fasa gerak dapat berupa cairan atau gas, sedangkan fasa
diam dapat berupa padatan atau cairan. Dalam kromatografi, ekstrak yang akan
ditentukan harus bebas dari senyawa-senyawa yang akan menjadi pengganggu.
Kromatografi yang dapat digunakan untuk penentuan karbohidrat adalah
kromatografi kertas atau kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
Cara Fisis
Penentuan
karbohidrat dengan cara fisis dilakukan dengan menentukan indeks bias
karbohidrat dengan menggunakan refraktometer. Setiap jenis gula mempunyai
indeks bias tertentu berdasarkan senyawa penyusunnya. Karbohidrat bersifat
optik aktif. Molekul penyusun karbohidrat mempunyai susunan yang asimetri
sehingga mempunyai kemampuan memutar bidang sinar terpolarisasi. Putaran optik
ini dapat diukur menggunakan polarimeter atau sakarimeter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar